Pada zaman kolonial, Medan dipimpin oleh pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Salah satu Wali Kota Medan yang terkenal pada masa kolonial adalah Daniel Baron Mackay, yang menjabat dari tahun 1918 hingga 1921.
Daniel Baron Mackay dikenang sebagai bagian dari sejarah panjang kolonialisme di Medan dan Sumatra Utara. Meski peran yang dijalankannya terutama untuk kepentingan kolonial, ia juga berperan dalam meletakkan dasar bagi infrastruktur modern di kota ini.
Daniel Mackay adalah seorang pejabat pemerintah kolonial Belanda yang diangkat sebagai Wali Kota Medan selama periode perkembangan pesat kota ini. Di bawah kepemimpinannya, Medan mengalami pertumbuhan signifikan, terutama sebagai pusat perdagangan dan perkebunan tembakau Deli yang sangat terkenal pada masa itu.
Daniel Baron Mackay berasal dari kalangan aristokrat Belanda dan diberi gelar "Baron", yang menunjukkan status sosialnya. Seperti banyak pejabat kolonial lainnya, ia dikirim ke Hindia Belanda untuk mengelola daerah yang berada di bawah kendali Belanda dan memastikan keberlangsungan sistem kolonial, terutama dalam hal ekonomi dan administrasi.
Di bawah kepemimpinan Daniel Baron Mackay, Medan mengalami banyak peningkatan dalam hal infrastruktur. Pembangunan jalan-jalan, gedung-gedung pemerintahan, dan fasilitas umum modern menjadi fokus utama. Misalnya, Medan saat itu menjadi salah satu kota dengan fasilitas paling maju di Hindia Belanda, sering disebut "Paris van Sumatra" karena pesatnya pembangunan dan kemewahan infrastruktur kota.
Mackay juga dianggap sebagai tokoh yang berkontribusi terhadap berkembangnya arsitektur kolonial di Medan. Bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur Eropa yang megah dibangun selama masa kepemimpinannya, beberapa di antaranya masih bertahan hingga sekarang sebagai peninggalan sejarah.
Selama era kolonial, terutama di awal abad ke-20, Medan berkembang pesat berkat industri perkebunan, khususnya tembakau, yang banyak diekspor ke Eropa. Belanda membangun banyak infrastruktur untuk mendukung perdagangan, termasuk gedung-gedung pemerintah, jalan-jalan besar, dan pusat perbelanjaan seperti Gedung Warenhuis.
Medan pada masa ini sering disebut sebagai "Paris van Sumatra" karena arsitekturnya yang modern dan berkembangnya kawasan elit dengan berbagai fasilitas urban yang canggih untuk zaman tersebut. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh komunitas Belanda dan Tionghoa yang memiliki peran besar dalam ekonomi dan sosial kota.
Sebagai Wali Kota pada masa kolonial, Mackay memimpin Medan dalam struktur pemerintahan yang bertujuan mendukung kepentingan kolonial. Fungsi utama wali kota adalah mengelola urusan administratif, ekonomi, dan infrastruktur kota yang sebagian besar didorong oleh kebutuhan perkebunan. Pemimpin kota lebih difokuskan pada menjaga stabilitas dan mendukung kepentingan bisnis Eropa, terutama perusahaan perkebunan besar.
Setelah masa Mackay, Medan terus berada di bawah pengaruh pejabat kolonial hingga masa pendudukan Jepang dan kemudian revolusi kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, struktur pemerintahan berubah, dan Medan mulai dipimpin oleh tokoh-tokoh lokal, salah satunya Dr. Mohammad Hasan, yang menjadi Wali Kota Medan pertama setelah kemerdekaan.